Senin, 24 Juni 2019

Mengenal BKPM Lebih Dekat

Apakah Rekan-rekan yang berbahagia telah mengenal apa itu BKPM?

Iya betul, BKPM atau Badan Koordinasi Penanaman Modal merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertugas melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagai penghubung utama antara dunia usaha dan pemerintah, BKPM diberi mandat untuk mendorong investasi langsung, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif. Setelah BKPM dikembalikan statusnya menjadi lembaga setingkat kementerian di tahun 2009 dan melapor langsung kepada Presiden Republik Indonesia, maka sasaran lembaga ini tidak hanya untuk meningkatkan investasi yang lebih besar dari dalam maupun luar negeri, namun juga untuk mendapatkan investasi berkualitas yang dapat menggerakkan perekonomian Indonesia dan menyerap banyak tenaga kerja.

BKPM sendiri didirikan pada tahun 1973, BKPM bertugas untuk menggantikan fungsi yang sebelumnya dijalankan oleh Panitia Teknis Penanaman Modal, sebuah lembaga yang dibentuk pada tahun 1968. Dalam struktur organisasinya, BKPM dipimpin oleh seorang Kepala, sesuai dengan Peraturan Kepala BKPM No. 90 tahun 2007. Sejak bulan Juli 2016, BKPM dipimpin oleh Thomas Trikasih Lembong atau yang biasa dikenal dengan Tom Lembong.

VISI & MISI BKPM

Sembilan Prioritas ( Nawacita )
  1. Melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga
  2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya
  3. Memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan
  4. Melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum
  5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
  6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional
  7. Mewujudkan kemandirian ekonomi
  8. Melakukan revolusi karakter bangsa
  9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia
Tugas Pokok & Fungsi BKPM

Tugas Pokok BKPM :
Melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Fungsi BKPM :
  1. Pengkajian dan pengusulan perencanaan penanaman modal nasional
  2. Koordinasi pelaksanaan kebijakan nasional di bidang penanaman modal
  3. Pengkajian dan pengusulan kebijakan pelayanan penanaman modal
  4. Penetapan norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kegiatan pelayanan penanaman modal
  5. Pengembangan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan memberdayakan badan usaha
  6. Pembuatan peta penanaman modal di Indonesia
  7. Koordinasi pelaksanaan promosi serta kerjasama penanaman modal
  8. Pengembangan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal. antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal
  9. Pembinaan pelaksanaan penanaman modal, dan pemberian bantuan penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal
  10. Koordinasi dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu
  11. Koordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia
  12. Pemberian pelayanan perizinan dan fasilitas penanaman modal
  13. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksanan, kepegawaian, pendidikan dan pelatihan, keuangan, hukum, kehumasan, kearsipan, pengolahan data dan informasi, perlengkapan dan rumah tangga; dan
  14. Pelaksanaan fungsi lain di bidang penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Demikianlah perkenalan singkat kita dengan BKPM atau Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia, semoga tulisan ini dapat membantu menambah perpustakaan ilmu kita.

Salam hangat,

SB. 

Jumat, 08 Februari 2019

KELEBIHAN dan KEKURANGAN PEMBIAYAAN MODAL VENTURA

Sebagai salah satu model pembiayaan dari sekian banyaknya model pembiayaan yang ada, modal ventura tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan model pembiayaan yang lain. Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan dari pembiayaan dengan model modal ventura :

Kelebihan Model Pembiayaan Lewat Modal Ventura.
Sebagai suatu institusi lembaga pembiayaan, modal ventura tentunya mempunyai kelebihan dibandingkan dengan institusi lembaga pembiayaan yang lain. Beberapa kelebihan (keunggulan) model pembiayaan lewat modal ventura antara lain sebagai berikut :
  • Merupakan dana jangka pendek dan menengah yang relatif murah dan dengan sistem repayment yang cukup fleksibel.
  • Merupakan sumber dana bagi perusahaan yang baru yang belum memenuhi syarat untuk mendapatkan dana dari sumber pendanaan lainnya.
  • Bantuan manajemen yang diberikan oleh perusahaan modal ventura terhadap perusahaan pasangan usaha biasanya ikut menambah majunya perusahaan.
  • Biasanya perusahaan modal ventura sangat konsern terhadap maju mundurnya perusahaan, sehingga jalannya perusahaan pasangan usaha selalu dimonitor.
  • Tambahan modal baru dapat meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh pinjaman/bantuan dalam bentuk lainnya.
  • Karena umumnya perusahaan modal ventura adalah perusahaan yang sudah mempunyai reputasi, maka dengan penyertaan sahamnya ke dalam perusahaan pasangan usaha, ikut pula menaikkan pamor dari perusahaan pasangan usaha tersebut.
  • Perusahaan pasangan usaha dapat memperluas jaringan usaha lewat partner-partner baru yang dimiliki oleh perusahaan modal ventura.
  • Karena modal ventura ini umumnya diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang masih kecil, maka ini merupakan salah satu upaya untuk mengangkat dan melindungi pengusaha kecil, dan memperluas kesempatan kerja.

 
Kekurangan Model Pembiayaan Lewat Modal Ventura.
Di samping kelebihan-kelebihan dari sistem pembiayaan lewat modal ventura, sebagai suatu institusi lembaga pembiayaan, modal ventura juga mempunyai kelemahan-kelemahan dibandingkan dengan institusi lembaga pembiayaan yang lain. Beberapa kelemahan model pembiayaan lewat modal ventura adalah sebagai berikut :
  • Bila dilihat secara jangka panjang, pendanaan lewat modal ventura ini bisa sangat mahal. Hal ini disebabkan karena pembiayaan lewat modal ventura menggunakan sistem bagi hasil.  Jadi return yang diperoleh oleh perusahaan modal ventura dari perusahaan pasangan usahanya bisa sangat besar, terutama jika bisnis dari perusahaan pasangan usahanya sukses.
  • Bantuan finansial lewat modal ventura hanya dapat diberikan kepada perusahaan tertentu saja, dan biasanya sangat selektif. Hanya terhadap perusahaan yang berprosek super bagus saja yang sapat dilayani oleh perusahaan modal ventura. Dalam praktek, justru lebih banyak perusahaan yang ditolak daripada perusahaan yang diterima proposalnya.
  • Para pendiri perusahaan pasangan usaha yang dibiayai oleh perusahaan modal ventura dapat kehilangan kontrol dan kepemilikan dari perusahaannya berhubung manajemen dan saham yang dipegang oleh perusahaan modal ventura. Apabila perusahaan menunjukkan gejala kegagalannya, perusahaan cenderung di take over atau bahkan langsung dilikuidasi.

semoga bermanfaat ya... 

Kamis, 07 Februari 2019

Tinjauan Umum tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan Penyidik

Nikolas Simanjuntak menjelaskan kewenangan, tugas dan kewajiban sebagai berikut :

Dengan wewenang (authority) dimaksudkan sebagai kuasa (power) yang melekat pada status jabatannya untuk secara bebas melakukan atau tidak melakukan tindakan.

Wewenang itu berarti boleh dilakukan, boleh tidak dilakukan. Dalam pelaksanaan wewenang itu, semua orang yang dikenai tindakan menjadi wajib mentaatinya, sebab jika tidak ditaati, maka akan ada sanksi yang dapat dikenakan oleh pejabat berwenang itu. Tolok ukurnya adalah seberapa pentingnya keadaan konkret menuntut adanya tindakan kepolisian (menurut wewenang itu) perlu dilakukan. Wewenang menjadi dasar kebebasan untuk bertindak bagi seorang pejabat yang memilikinya. Kebebasan itu disebut juga sebagai diskersi sehingga wewenang diskresioner, artinya kebebasan bertindak yang melekat pada jabatannya.

Tugas adalah pekerjaan sehari-hari yang dilakukan untuk melaksanakan wewenang dan kewajiban sebagai pejabat.

Kewajiban itu sendiri adalah tuntutan pelakanaan tugas yang memiliki sanksi oleh wewenang, bilamana tugas dan wewenang itu tidak ditaati atau tidak dilaksanakan.

Dengan uraian itu, mau ditegaskan bahwa ketiga hal sebagai wewenang, tugas, dan kewajiban adalah bernilai hukum karena mengandung sanksi. Namun, di samping nilai hukum, juga ada implikasi akibat praktisnya yang harus diikuti dengan manajemen adiministrasi ketatausahaan, profesionalitas dan integritas personal pribadi dalam menjalankannya, serta terhadapnya ada supervise dan pengawasan atau control atas pertanggungjawabannya, sebab semuanya itu haruslah diurus secara manajerial untuk diselenggarakan menurut standar ukur teknis yang rapi, akurat, valid, baik dan benar.[1]

Berkaitan dengan Tugas Pokok Polisi dalam rangka penegakan hukum sebagai proses penyelesaian masalah suatu perkara pidana dalam keterkaitannya dengan criminal justice system, maka dilakukan penyidikan oleh penyidik Polri.

Sehubungan dengan hal di atas, maka Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini sesuai dengan isi ketentuan Pasal 17 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Maka dalam melaksanakan tugas dan wewenang kepolisian tersebut menurut peneliti, harus didasarkan kepada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku atau dapat dikatakan harus sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Penyidikan merupakan salah satu Tugas Pokok Polri dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang didasarkan pada ketentuan Pasal 13 huruf (b) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sementara dalam kaitannya dengan Polri sebagai penyidik didasarkan kepada ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf (g) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas “melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum  acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.”[2]

Jadi dapat dikatakan bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan wewenang kepada Polri untuk melakukan tugas penyelidikan dan penyidikan, namun tidak secara eksplisit mengatur mengenai penyelidikan dan penyidikan, sehingga Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ini masih tetap mengacu kepada KUHAP maupun peraturan perundangan lainnya yang berkaitan dengan penyelidikan dan penyidikan.

Sehubungan dengan hal di atas, berikut ini diuraikan beberapa bentuk kegiatan pelaksanaan penyidikan sebagai berikut:

C.1 Pelaksanaan

Penyidikan tindak pidana dilaksanakan setelah diketahui bahwa sesuatu peristiwa yang terjadi merupakan tindak pidana

C.1.1 Diketahuinya Tindak Pidana

Dasar hukumnya adalah Pasal 102 ayat (2) dan (3) KUHAP; Pasal 106 KUHAP; Pasal 108 KUHAP; Pasal 109 ayat (1) KUHAP; Pasal 111 KUHAP. Suatu Tindak Pidana dapat diketahui melalui: Laporan, Pengaduan, tertangkap tangan, diketahui langsung oleh petugas Polri.


Setiap  petugas Polri tanpa menunggu surat perintah dapat melakukan tindakan penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan lain sebagainya seperti dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf (b) KUHAP ketika terjadi tindak pidana tertangkap tangan. Terhadap tindakan yang dilakukan, petugas tersebut wajib membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum.

Penyidikan yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan.

Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada kepolisian baik lisan maupun tertulis. Begitu juga bagi orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana, seketika itu juga agar melaporkan hal tersebut kepada kepolisian. Kemudian pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada kepolisian. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditanda-tangani oleh pelapor atau pengadu. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik. Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.

Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.

Berdasar ketentuan dalam Pasal 111 KUHAP, dalam hal terjadi tindak pidana yang tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketentraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik. Setelah menerima penyerahan tersangka, penyelidik atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan. Penyelidik atau penyidik yang menerima laporan tersebut segera datang ke tempat kejadian dapat melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat itu selama pemeriksaan di situ belum selesai.

C.1.2 Pelaksanaan Penyidikan

Setelah diketahui bahwa suatu peristiwa yang terjadi diduga atau merupakan tindak pidana, segera dilakukan penyidikan melalui kegiatan-kegiatan penyelidikan, penindakan, pemeriksaan serta penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Yang dapat dilakukan oleh Penyelidikan Reserse, yang menjadi dasasr hukumnya adalah: Pasal 5 KUHAP; Pasal 9 KUHAP; Pasal 75 KUHAP; Pasal 102 s/d 105 KUHAP; Pasal 111 KUHAP.

Petugas Polri mempunyai kewewenangan menerima laporan atau pengaduan tentan adanya tindak pidana, mencaru keterangan dan barang bukti, menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, serta melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggang jawab. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa: Penangkapan, larangan meninggalkan tempat penggeledahan dan penyitaan, Pemeriksaan dan penyitaan surat, Mengambil sidik jari dan memotret seorang, Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang: Pemeriksaan tersangka; Penangkapan; Penahanan; Penggeledahan; Pemasukan rumah; Penyitaan benda; Pemeriksaan surat; Pemeriksaan saksi; Pemeriksaan di tempat kejadian; Pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan; Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang. Berita acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dalam melakukan tindakan tersebut dan dibuat atas kekuatan sumpah jabatan. Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat tersebut ditandatangani pula oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut.

Penyelidikan yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan. Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan dan penyelidik wajib membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum.

Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyelidik. Dalam hal pelapor atau pengadu tidak dapat menulis, hal itu harus disebutkan sebagai catatan dalam laporan atau pengaduan tersebut.

Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik wajib menunjukkan tanda pengenalnya. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh penyidik.

C.2 Penindakan

Penindakan adalah setiap tindakan hukum yang dilakukan terhadap orang maupun benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi. Berkaitan dengan hal di atas, tindakan hukum tersebut antara lain, sebagai berikut:

C.2.1 Pemanggilan Tersangka dan Saksi

Yang menjadi dasar hukumnya adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yakni Pasal 7 ayat (1) huruf (g) dan (h) KUHAP; Pasal 11 KUHAP; Pasal 112 KUHAP; Pasal 113 KUHAP; Pasal 116 ayat (4) KUHAP. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Hukum Acara Pidana; Peraturan lain-lainnya.

Penyidik Polri mempunyai kewenangan memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi serta mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik.

Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut. Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.

Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya. Pada saat pemeriksaan tersangka, apabila si tersangka menghendaki untuk dipanggilnya saksi yang menguntunkan, penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut.

C.2.2 Penangkapan

Yang menjadi dasar hukumnya adalah: Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, sebagai berikut: Pasal 5 ayat (1) huruf (b) angka (1) KUHAP; Pasal 7 ayat (1)  huruf (d) KUHAP; Pasal 11 sampai dengan 19 KUHAP; Pasal 75 KUHAP; Pasal 111 KUHAP; Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Hukum Acara Pidana; Peraturan lainnya (untuk Pasal-pasal yang berhubungan dengan penangkapan).

Di dalam Pasal 5 ayat (1) huruf (b) angka (1) KUHAP dijelaskan, “Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa: penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan.”

Penyidik Polri mempunyai kewenangan untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik. Penyidik pembantu membuat berita acara dan menyerahkan berkas perkara kepada penyidik, kecuali perkara dengan acara pemeriksaan singkat yang dapt langsung diserahkan kepada penuntut umum.

Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan. Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Pelaksanaan penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memperlihatkan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat. Tembusan surat perintah penangkapan yang dilakukan oleh Polri harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.

Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan untuk paling lama satu hari. Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah.

Dalam hal terjadi tindak pidana yang tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketentraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik. Setelah menerima penyerahan tersangka, penyelidik atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan. Penyelidik atau penyidik yang menerima laporan tersebut segera datang ke tempat kejadian dapat melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat itu selama pemeriksaan di situ belum selesai.

Hal-hal yang harus diperhatikan:
  1. Setelah penangkapan dilakukan, segera diadakan pemeriksaan untuk dapat menentukan apakah perlu diadakan penahanan atau tidak, mengingat jangka waktu penangkapan yang diberikan oleh Undang-undang hanya 1×24 jam, kecuali terhadap tersangka kasus narkotik (2×24 jam);
  2. Terhadap tersangka pelanggaran tidak dapat dilakukan penangkapan, kecuali bila telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilam itu tanpa alas an yang sah;
  3. Segera setelah dilakukan penangkapan supaya diberikan 1 (satu) surat perintah penangkapan wajib diberikan kepada tersangka dan 1 (satu) lembar kepada keluarganya.
C.2.3 Penahanan

Dasar hukum dalam melakukan penahanan oleh penyidik adalah: Pasal 7 ayat (1) huruf (d) KUHAP; Pasal 11 KUHAP; Pasal 20 ayat (1) KUHAP; Pasal 21 sampai dengan Pasal 24 KUHAP; Pasal 29 sampai dengan Pasal 31 KUHAP; Pasal 75 KUHAP; Pasal 123 KUHAP.


Dalam melakukan penahanan, penyidik Polri mempunyai kewenangan: …melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan…. Seperti tercantum di dalam pasal 7 ayat (1)  huruf (d) KUHAP. Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik.

Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau  penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan. Tembusan surat penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim, harus diberikan kepada keluarganya. Penahanan tersebut hanya dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal: Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (4) huruf (b).

Jenis penahanan dapat berupa: Penahanan rumah tahanan Negara, Penahanan rumah, Penahanan kota.

Penyidik atau penuntut umum atau hakim berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 KUHAP. Pengalihan jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan surat perintah dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim yang tembusannya diberikan kepada tersangka atau terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang berkepentingan.
Pertimbangan melakukan penahanan :

Alasan SUBJEKTIF
Penahanan dilakukan terhadap tersangka yang diduga keras berdasarkan bukti yang cukup melakukan atau percobaan melakukan atau pemberian bantuan dalam tindak pidana, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka:
– Akan melarikan diri;
– Akan merusak atau menghilangkan barang bukti;
– Akan mengulangi tindak pidana;
– Akan mempengaruhi atau menghilangkan saksi.
Alasan OBJEKTIF
Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan dalam hal tersangka melakukan:
  • Tindak Pidana yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih (Pasal 21 ayat (4) huruf (a) KUHAP);
  • Tindak Pidana terhadap Pasal-pasal tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (4) huruf (b) KUHAP.[3]

C.2.4 Penggeledahan

Yang menjadi dasar hukum penyidik untuk melakukan penggeledahan adalah: Pasal 5 ayat (1) huruf (b) angka (1) KUHAP; Pasal 7 ayat (1) huruf (d) KUHAP; Pasal 11 KUHAP; Pasal 32 sampai dengan Pasal 37 KUHAP; Pasal 75 KUHAP; Pasal 125 KUHAP; Pasal 126 KUHAP.

Penyelidik Polri atas perintah penyidik dapat melakukan penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan. Penyidik Polri mempunyai kewenangan melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP, kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik.

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang. Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan. Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian Negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah. Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya. Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir. Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.

Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 33 ayat (5) penyidik dapat melakukan penggeledahan: Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang ada di atasnya; Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada; Di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya, serta di tempat penginapan dan tempat umum lainnya. Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan, penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya. Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki: Ruang di mana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Tempat di mana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan, Ruang di mana sedang berlangsung sidang pengadilan.

Dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka penggeledahan tersebut harus diketahui oleh ketua pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan.

Pada waktu menangkap tersangka, penyidik hanya berwenang menggeledah pakaian termasuk benda yang dibawanya serta, apabila terdapat dugaan keras dengan alasan yang cukup bahwa pada tersangka tersebut terdapat benda  yang dapat disita. Pada waktu menangkap tersangka dibawa kepada penyidik, penyidik berwenang menggeledah pakaian dan atau menggeledah badan tersangka.

Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan rumah terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenalnya kepada tersangka atau keluarganya, selanjutnya berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 KUHAP.

Penyidik membuat berita acara tentang jalannya dan hasil penggeledahan rumah sebagaimana dimaksud dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah. Penyidik membacakan lebih dahulu berita acara tentang penggeledahan rumah kepada yang bersangkutan, kemudian diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik maupun tersangka atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi. Dalam hal tersangka atau keluarganya tidak mau membubuhkan tandatangannya, hal itu dicatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya.

C.2.5 Penyitaan

Yang menjadi dasar dalam penyitaan adalah: Pasal 5 ayat (1) huruf (b) angka (1) KUHAP; Pasal 7 ayat (1) huruf (d) KUHAP; Pasal 11 KUHAP; Pasal 38 sampai dengan 49 KUHAP; Pasal 128 sampai dengan 132 KUHAP.

Penyelidik Polri atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa: penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan. Penyidik Polri mempunyai kewenangan melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 39 KUHAP ayat (1),

(1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
  1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
  2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
  3. Benda yang dipergunakan untuk mengahalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
  4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
  5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
(2)   Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).[4]

Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.

Dalam hal tertangkap tangan penyidik berwenang menyita paket atau surat atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan, sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal daripadanya dan untuk itu kepada tersangka dan atau kepada tersangka dan atau kepada pejabat kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang bersangkutan, harus diberikan surat tanda penerimaan.

Penyidik berwenang memerintahakan kepada orang yang menguasai benda yang disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan. Surat atau tulisan lain hanya dapat diperintahkan untuk diserahkan kepada penyidik jika surat atau tulisan itu berasal dari tersangka atau terdakwa atau ditujukan kepadanya atau kepunyaannya atau diperuntukkan baginya atau jikalau benda tersebut merupakan alat untuk melakukan tindak pidana.

Penyitaan surat atau tulisan dari mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia Negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas izin khusus ketua pengadilan negeri setempat kecuali undang-undang menentukan lain.

C.2.6 Pemeriksaan Tersangka, dan Saksi

Yang menjadi dasar hukum adalah: Pasal 7 ayat (1) huruf (d) KUHAP; Pasal 11 KUHAP; Pasal 51 KUHAP; Pasal 53 KUHAP; Pasal 75 KUHAP; Pasal 112 sampai dengan 120 KUHAP; Pasal 132 sampai dengan Pasal 133 KUHAP.

Penyidik Polri mempunyai kewenangan melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

Untuk mempersiapkan pembelaan: Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang  dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai; Terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.

Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut. Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.

Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.

Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasehat hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 KUHAP.

Dalam hal penyidik melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan. Dalam hal kejahatan terhadap keamanan Negara penasehat hukum dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka.

Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apapun. Dalam hal tersangka memberi keterangan tentang apa yang sebenarnya ia telah lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri.

Keterangan tersangka dan atau saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan oleh yang memberi keterangan itu setelah mereka menyetujui isinya. Dalam hal tersangka dan atau saksi tidak mau membubuhkan tandatangannya, penyidik mencatat hal itu dalam berita acara dengan menyebut alasannya.

Dalam hal tersangka dan atau saksi yang harus didengar keterangannya berdiam dan bertempat tinggal di luar daerah hukum penyidik yang menjalankan penyidikan, pemeriksaan terhadap tersangka dan atau saksi dapat dibebankan kepada penyidik di tempat kediaman atau tempat tinggal tersangka dan atau saksi tersebut.

Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.

Pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka atau saksi atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau perananan seseorang maupun barang bukti di dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.

Yang berwenang mengeluarkan pemeriksaan adalah penyidik atau penyidik pembantu. Pemeriksaan dilakukan atas dasar: Laporan Polisi, laporan hasil penyelidikan yang dibuat oleh petugas atas perintah penyidik atau penyidik pembantu, Berita Acara Pemeriksaan di TKP, Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan dan Penyitaan, Petunjuk dari Penuntut Umum untuk melakukan pemeriksaan tambahan. Dalam hal saksi/ tersangka di luar wilayah hukum penyidik/ penyidik pembantu yang melakukan penyidikan, dapat meminta bantuan Penyidik/ Penyidik Pembantu  dari kesatuan dimana saksi/ tersangka berada. Metode pemeriksaan dapat menggunakan teknik Interview, Interogasi, Konfrontasi, Rekonstruksi.

Dalam pemeriksaan dipertanyakan pula apakah tersangka menghendaki didengarnya saksi yang menguntungkan (a de charge), dan bilamana ada, Penyidik/ Penyidik Pembantu wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut. Pada waktu dilakukan pemeriksaan, dilarang menggunakan keekrasan atau penekanan dalam bentuk apapun dalam pemeriksaan. Berita Acara Pemeriksaan tersangka ditandatangani oleh Penyidik/ Penyidik Pembantu, Tersangka dan Penasehat Hukum dan Penerjemah bahasa (bila melibatkan Penasehat Hukum dan Penerjemah Bahasa).

Pemeriksaan saksi/ ahli. Yang dapat diperiksa sebagai saksi adalah orang yang melihat, mendengar, mengetahui atau mengalami sendiri secara langsung suatu tindak pidana. Pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran seseorang bukan merupakan keterangan saksi. Keterangan saksi yang satu dengan lain mempunyau nilai kebenaran apabila memiliki persesuaian. Di dalam pelaksanaan pemeriksaan konfrontasi hindarkan terjadinya konflik dan timbulkan rasa simpati agar saksi bersedia memberikan keterangan yang lebih jelas dan lengkap. Terhadap saksi yang diduga cukup alasan untuk tidak dapat hadir dalam persidangan di Pengadilan dapat dilakukan penyumpahan atau mengucapkan janji baik sebelum atau sesudah memberikan keterangan. Berita Acara Pemeriksaan saksi ditandatangani oleh Penyidik/ Penyidik Pembantu dan saksi serta penerjemah bahasa bila diperlukan.

Pemeriksaan ahli. Dalam hal penyidik memerlukan keterangan ahli. Penyidik dapat meminta bantuan seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Sebelum diperiksa seorang ahli wajib mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat pekerjaannya atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat  menolak untuk memberikan keterangan yang diminta. Pengambilan sumpah atau janji dilaksanakan oleh Penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang sumpah atau janji yang berlaku baik mengenai isi maupun tatacaranya. Penyidik dapat mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya untuk melakukan pemeriksaan korban yang luka atau keracunan ataupun mati serta terhadap benda barang bukti dan hal-hal lain yang berkaitan dengan keahliannya. Keterangan yang diberikan oleh ahli sebagaimana tersebut di atas dapat berupa Berita Acara Pemeriksaan atau keterangan tertulis.

Tahap terakhir dalam proses penyidikan yang harus dilalui adalah Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara. Yang didasarkan kepada: Pasal 8 KUHAP; Pasal 12 KUHAP; Pasal 107 KUHAP; Pasal 109 ayat (2) KUHAP; Pasal 110 KUHAP; Pasal 138 KUHAP; Pasal 205 KUHAP; Pasal 207 KUHAP; Pasal 212 KUHAP.

Penyelesaian dan penyerahan berkas perkara merupakan kegiatan akhir dari proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Penyidik/ Penyidik Pembantu.

Pertimbangan penyelesaian dan penyerahan berkas perkara; hasil pemeriksaan tersangka dan saksi serta kelengkapan bukti yang diperoleh; Unsur-unsur tindak pidana demi hukum.

Kegiatan penyelesaian berkas perkara terdiri dari: pembuatan resume, pembuatan resume merupakan kegiatan penyidik untuk menyusun ikhtisar dan kesimpulan berdasarkan hasil penyidikan suatu tindak pidana yang terjadi. Resume harus memenuhi persyaratan formal dan persyaratan materiil serta persyaratan penulisan yang telah ditentukan; Penyusunan isi berkas perkara; Pemberkasan.

Penyerahan berkas perkara merupakan kegiatan pengiriman berkas perkara berikut penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang buktinya kepada Penuntut Umum.
Penghentian penyidikan merupakan salah satu kegiatan penyelesaian perkara yang dilakukan apabila: tidak terdapat cukup bukti, peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, atau dihentikan demi hukum karena:
  1. Tersangka meninggal dunia
  2. Tuntutan tindak pidana telah kadaluarsa
  3. Pengaduan dicabut bagi delik aduan
  4. Tindak pidana tersebut telah memperoleh putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan pasti.
Kemudian yang perlu diperhatikan dalam proses penyidikan adalah administrasi penyidikan. Administrasi penyidikan merupakan penata usahaan kegiatan penyidikan meliputi pencatatan, pelaporan dan pendataan, baik untuk kepentingan peradilan, operasional maupun pengawasan.

Dasar hukum dari administrasi penyidikan termuat dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang kegiatan-kegiatan penyidikan tindak pidana. Pertimbangan pelaksanaan administrasi penyidikan untuk keseragaman Standarisasi model formulir dan surat. Pertanggungjawaban petugas dalam pelaksanaan kegiatan penyidikan, Pengawasan.


[1] Nikolas Simanjuntak, Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum, Cetakan I, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, 2009, h. 61-62.
[2] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
[3]Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana Konsep, Komponen, & Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Cetakan I, Penerbit Widya Padjadjaran, Bandung, 2009, h. 146-147.
[4] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Ketentuan Pesangon

  Ketentuan pemberian pesangon jika terjadi PHK Dalam Pasal 154A Undang-Undang Cipta Kerja menyatakan alasan-alasan terjadinya Pemutusan Hub...