Landasan Hukum Koperasi Syariah di Indonesia tidak memiliki perbedaan dengan koperasi konvensional yaitu Undang-undang No.
25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Namun saat ini masalah koperasi syariah diatur khusus melalui Perundang-undangan tersendiri. BMT
yang berbadan hukum koperasi menggunakan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor: 35.2/PER/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan
Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah.
Pra kelahiran UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Verordening op de Cooperatieve Verenigingen (Stbl. Nomor 431 Tahun 1915) Merupakan regulasi pertama yang berlaku bagi semua golongan penduduk (Pasal 131 IS) yang ada di Indonesia.
Peraturan ini timbul atas adanya kekosongan hukum akan pengaturan koperasi.
Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen (Stbl Nomor. 91Tahun
1927) Pada saat politik balas budi Belanda baru saja didengungkan, perjuangan para nasionalis berhasil dengan keluarnya “Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen”. Peraturan Koperasi ini tunduk pada Hukum Adat dan bukan pada BW( Hukum Perdata Belanada).
Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen (Stb Nomor . 108 Tahun 1933) merupakan perubahan dari Verordening op de Cooperatieve Verenigingen yang berlaku bagi penduduk golongan I, II dan III, namun di sisi lain Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen masih diberlakukan untuk Gol. III(pribumi). Pada masa ini, Departemen Ekonomi atas anjuran dari Jawatan Koperasi mendirikan gabungan dari pusat-pusat koperasi di Hindia Belanda yang dinamakan Moeder Centrale
Bunyi Pasal 87 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian tersebut, justeru semakin mempertegas bahwa kelembagaan Koperasi syariah di satu sisi diakui sebagai bagian dari kerangka sistem Koperasi Nasional, namun di sisi lain adanya keengganan dari pembuat Undang undang untuk secara tegas mengatur tentang kelembagaan ini
Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen (Stb Nomor . 108 Tahun 1933) merupakan perubahan dari Verordening op de Cooperatieve Verenigingen yang berlaku bagi penduduk golongan I, II dan III, namun di sisi lain Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen masih diberlakukan untuk Gol. III(pribumi). Pada masa ini, Departemen Ekonomi atas anjuran dari Jawatan Koperasi mendirikan gabungan dari pusat-pusat koperasi di Hindia Belanda yang dinamakan Moeder Centrale
Regeling Cooperatieve Verenigingen (Stb. Nomor 179 Tahun 1949). Regulasi yang pertama kali dicetuskan sejak kemerdekaan Indonesia ini, muncul karena adanya krisis yang berkepanjangan mulai dari agresi militer Belanda, hingga pemberontakan PKI.
Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 Tentang Perkumpulan Koperasi. Undang undang ini dibuat dengan sangat tergesa-gesa, sehingga tidak membawa banyak perubahan bagi eksistensi kelembagaan koperasi.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 dan 3 Tahun 1960. Sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah, maka dibentuk Badan Penggerak Koperasi sebagai wadah tunggal kerjasama antar jawatan koperasi dan masyarakat
•UU Nomor 14 tahun 1965 Tentang Pokok-pokok Perkoperasian. Undangundang ini sebagai pengejahwantahan prinsip Nasakom yang mengebiri prinsip koperasi di Indonesia.
Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 1967 Tentang Pokok-pokok Perkoperasian.
Masa
berlakunya UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Beberapa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri terkait, yang mengatur tentang landasan hukum Koperasi syariah saat ini :
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
9 Tahun 1995, Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi
Keputusan
Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor :
323/BH/KWK-12/V/1999, Tanggal 24 Mei 1999;
Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004
tanggal 10 September
2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah
Peraturan Menteri
Negara Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah RI No:
35.2/PER/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan
Unit Jasa Keuangan Syariah;
•Peraturan Menteri
Negara Koperasi Dan Usaha
Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor : 35.3/Per/M.Kukm/X/2007 Tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Jasa KeuanganSyariah Dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi;
Landasan hukum lain yang
juga dijadikan sebagai rujukan Koperasi syariah, misalnya:
-Pasal 1320 KUH Perdata tentang Syarat sah perjanjian;
-Pasal 1243 KUH Perdata tentang penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan;
-Undang – undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama terkait dengan Penyelesaian sengketa;
-Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor: 02/DSNMUI/
IV/2000 Tentang Tabungan (wa’diah);
-Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama
Indonesia Nomor:
03/DSNMUI/IV/2000, tentang Deposito
-Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama
Indonesia No: 04/DSN-MUI/IV/2000
•Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No:
08/DSNMUI/ IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah dan peraturan- peraturan lainnya yang terkait dan
•Undang undang RI Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Periode pasca UU Nomor 25 Tahun 1992
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 sebagai pengganti undang undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Namun telah dibatalkan pleh MAHKAMAH KONTITUSI.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 sebagai pengganti undang undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Namun telah dibatalkan pleh MAHKAMAH KONTITUSI.
Pasal 87 ayat (3) dan (4) adalah satu-satunya pasal yang bisa dijadikan sebagai rujukan bagi keberadaan Koperasi
Syariah.
Pasal 87 ayat (3) berbunyi: “Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah, dan ayat (4), berbunyi: “ Ketentuan mengenai Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Pasal 87 ayat (3) berbunyi: “Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah, dan ayat (4), berbunyi: “ Ketentuan mengenai Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Bunyi Pasal 87 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian tersebut, justeru semakin mempertegas bahwa kelembagaan Koperasi syariah di satu sisi diakui sebagai bagian dari kerangka sistem Koperasi Nasional, namun di sisi lain adanya keengganan dari pembuat Undang undang untuk secara tegas mengatur tentang kelembagaan ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar