Selasa, 24 Maret 2015

Tugas, Wewenang dan Fungsi Kepolisian

Tugas, Wewenang dan Fungsi Kepolisian

Pada hakekatnya tugas pokok Polri adalah menegakkan hukum, membina keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) serta pelayanan dan pengayom masyarakat. Secara sektoral tugas pelayanan Polri kepada masyarakat dapat dikelompokkan ke dalam struktur fungsi-fungsi sebagai berikut :

1.      Fungsi Intelpam
a.       Upaya pengamanan masyarakat terhadap segala bentuk ancaman untuk menghilangkan kerawanan-kerawanan Kamtibmas
b.      Upaya pengamanan, pengawasan, perlindungan, dan penindakan terhadap orang asing
c.       Penyidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran ketentuan perundang-undangan tentang orang asing
d.      Pengamanan dan pengawasan perizinan senjata api, amunisi dan bahan peledak serta alat/bahan berbahaya lainnya
e.       Penyelidikan terhadap penyimpan/penimbunan, penggunaan, pemindahan tangan senjata api, amunisi dan bahan peledak serta alat/bahan berbahaya lainnya termasuk radio aktif yang bukan organik ABRI
f.       Upaya pengamanan atau pengawasan kegiatan masyarakat.

2.      Fungsi Serse
a.       Menerima laporan/pengaduan
b.      Mendatangi TKP
c.       Melakukan penindakan.

3.      Fungsi Samapta
a.       Menyelenggarakan dan melaksanakan tugas-tugas penjagaan, pengawalan,patroli dan tindakan pertama ditempat kejadian (TPTKP)
b.      Memberikan pertolongan dalam rangka SAR.
 
4.      Fungsi Lantas
a.       Surat Izin Mengemudi
b.      Surat Tanda Kendaraan bermotor
c.       Buku Pemilik kendaraan Bermotor
d.      Menyelenggarakan pengawalan
e.       Menangani laka lintas
f.       Menyelenggarakan peraturan lalu lintas.

5.      Fungsi Bimmas
a.       Membimbing, mendorong, mengarahkan dan menggerakkan, masyarakat guna terwujudnya daya tangkal dan daya cegah
b.      Tumbuhnya daya perlawanan masyarakat terhadap kriminalitas serta terwujudnya ketaatan serta kesadaran hukum masyarakat
c.       Pembinaan potensi masyarakat untuk memelihara dan menciptakan situasi dan kondisi masyarakat yang menguntungkan bagi pelaksanaan tugas kepolisian serta mencegah timbul faktor kriminogen
d.      Pembinaan keamanan swakarsa
e.       Menyelenggarakan dan memberikan bimbingan dan penyuluhan
f.       Pembinaan dan bimbingan terhadap remaja dan anak-anak, kenakalan remaja.

6.      Fungsi Pembinaan Personnel
Fungsi ini dimasukkan ke dalam tugas-tugas pelayanan masyarakat mengingat dalam kenyataan sehari-harinya juga melayani para Purnawirawan,warakauri dan sebagian kelompok pemuda dalam rangka :
  • Penerimaan dan seleksi personel baru
  • Administrasi pengakhiran dinas termasuk pembinaan administrasi purnawirawan/warakauri dan yatim piatu keluarga besar Polri.

Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, kepada masing-masing anggota polisi diberi wewenang. Wewenang kepolisian diatur dalam pasal 15 Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 :

a.         Menerima laporan dan pengadaan.
b.         Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.
c.         Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.
d.        Mencari keterangan dan barang bukti.
e.         Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional.
f.          Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum.
g.         Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.
h.         Mengawasi aliran kepercayaan yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
i.           Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat.
j.           Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.
k.         Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
l.           Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan.
m.       Mengeluarkan peraturan Kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif Kepolisian yang mengikat warga masyarakat.

Konsep Diskresi Kepolisian

Konsep mengenai diskresi Kepolisian terdapat dalam pasal 18 Undang-undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002, yang berbunyi :

1. Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Rumusan kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 ini merupakan kewenangan yang bersumber dari asas kewajiban umum Kepolisian (plichtmatigheids beginsel) taitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri, dalam rangka kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

Secara umum, kewenangan ini dikenal sebagai “diskresi kepolisian” yang keabsahannya didasarkan pada pertimbangan keperluannya untuk tugas kewajiban (PFLICHTMASSIGES ERMESSEN). Substansi Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 merupakan konsep kewenangan kepolisian yang baru diperkenalkan walaupun dalam kenyataan sehari-hari selalu digunakan. Oleh karena itu, pemahaman tentang “diskresi kepolisian” dalam pasal 18 ayat (1) harus dikaitkan juga dengan konsekuensi pembinaan profesi yang diatur dalam pasal 1, 32, dan 33 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 sehingga terlihat adanya jaminan bahwa petugas Kepolisisan Negara Republik Indonesia akan mampu mengambil tindakan secara tepat dan professional berdasarkan penilaiannya sendiri dalam rangka pelaksanaan tugasnya.Rumusan dalam pasal 18 ayat (2) merupakan rambu-rambu bagi pelaksanaan “diskresi” sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu selain asas keperluan, tindakan diskresi tetap harus sesuai dan memperhatikan peraturan perundang undangan serta kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pada awal tahun 1985 kita hanya mengenal istilah “Kode Etik Polri” , Kode Etik Polri ini ditetapkan oleh Kapolri dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/213/VII/1985 tanggal 1 Juli 1985 yang selanjutnya naskah dimaksud terkenal dengan “Naskah Ikrar Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia beserta pedoman pengamalannya” , yang biasa di ucapkan /diikrarkan sesaat menjelang akhir suatu pendidikan. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 dimana pada pasal 23 mempersyaratkan adanya Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka pada tanggal 7 Maret 2001 diterbitkan buku Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/05/III/2001, serta Kep. Kapolri No.Pol : KEP/04/III/2001 tentang Buku Petunjuk Administrasi Komisi Kode Etik Polri. Adapun landasan dari Kode Etik Profesi Polri ini adalah UU. Kepolisian No. 28/ 1997.

Seiring dengan dikeluarkannya UU Kepolisian yang baru yaitu UU No. 2 tahun 2002, terdapat pula beberapa perubahan terhadap Kode Etik Profesi Polri. Pada UU.No.2/2002, yaitu pada bab V (pasal 31s/d 35) mengatur secara khusus mengenai “Pembinaan Profesi” (Polri). Salah satu upaya dalam rangka pembinaan Profesi Polri adalah melalui Pembinaan Etika Profesi, yaitu seperti pada pasal 32 (1) UU. No 2/2002 , yang berbunyi :
“Pembinaan kemampuan profesi pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesiadiselenggarakan melalui pembinaan etika profesi…..”.

Selanjutnya etika profesi ini kemudian diwujudkan pada apa yang disebut dengan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti yang diatur pada pasal 34 dan 35 UU. No. 2/2002 :
·         Pasal 34 :
1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menjadi pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya.(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.
·         Pasal 35:
1) Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh pejabat Kepolisian Negara RepublikIndonesia diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2) Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.” Ketentuan yang berkaitan dengan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan amanat Undang-undang No.2/2002 pasal 34 & 35 kemudian di wujudkan melalui Kep. Kapolri No.Pol. : KEP/01/ VII/2003, tentang Naskah Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kode etik ini adalah merupakan pedoman perilaku dan moral bagi anggota polri bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai upaya pemuliaan terhadap profesi kepolisian, yang berfungsi sebagai pembimbing pengabdian, sekaligus menjadi pengawas hati nurani setiap anggota agar terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang.Kode etik profesi Kepolisian adalah merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur Prasetya bersifat Normatif Praktis sehingga dapat digunakan untuk menilai kepatuhan dan kelayakan tindakan dari segi persyaratan teknis profesi .

Etika profesi Kepolisian memuat 3 (tiga) substansi etika yaitu Etika Pengabdian, Kelembagaan dan Kenegaraan, yang pengertiannya adalah :Etika pengabdian; merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Etika Pengabdian pada Kode Etik Profesi Kepolisian di jabarkan dalam pasal 1 s/d 7.

1.      Etika kelembagaan; merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap institusinya yang menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya. Etika Kelemagaan dijabarkan pada pasal 8 s/d 12
2.      Etika kenegaraan; merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan institusinya untuk senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Etika Kenegaraan ini dijabarkan pada pasal 13 s/d 16.

Kode etik Profesi Kepolisian (KEP. Kapolri No. : KEP/01/VII/ 2003) yang baru ini lebih operasional dibanding dengan Kode Etik Profesi sebelumnya (Kep Kapolri No. : Kep/04/III/2001 dan Kep/05/III/2001) , hal ini dikarenakan pada Kode Etik Profesi Kepolisian yang baru masing-masing bentuk etika (Pengabdian, Kelembagaan dan Kenegaraan) diatur perilaku-perilaku yang Etis dan yang tidak Etis lebih rinci, sehingga ada batasan jelas yang dibakukan, selain itu juga diatur pula bentuk sanksinya dan cara penegakannya.

Langkah apa saja yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian menuju tercapainya PROFESIONALISME ?

Untuk mewujudkan tugas pokok tersebut tentunya perlu dukungan dari masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban serta penegakan hukum adalah sangat penting. Partisipasi itu bisa terwujud apabila masyarakat merasa memiliki dan mencintai Polri. Hal itu bisa terwujud jika Polri dapat merebut hati masyarakat, dekat dengan masyarakat dengan menunjukkan sikap, perilaku, dan pelayanan yang baik kepada masyarakat.

Harapan Masyarakat terhadap Kinerja Polri Harapan masyarakat sudah banyak disebutkan pada perbincangan sebelumnya, yang pada intinya masyarakat ingin agar Polri dapat mewujudkan tugas pokoknya dengan baik, yang dilandasi oleh moralitas, profesionalisme sebagai polisi sipil, dan memiliki kedekatan dengan rakyat yang positif. Harapan itu sebenarnya tidak berlebihan. Untuk itu, setiap anggota Polri juga harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:

1. Mengenal diri, artinya tahu dan paham, dan menghayati benar siapa dirinya (sebagai anggota polisi sipil), paham dan menghayati tugasnya dan bagaiman melakukan tugas dengan baik, serta memahami apa yang menjadi keharusan dan larangannya.
2. Integritas pribadi, artinya bersikap jujur, adil, dan amanah dalam melakukan tugas.
3. Pengendalian diri, yang berarti dapat menunda gratifikasi dan bertindak secara proporsional serta tidak emosional.
4. Komitmen dan konsistensi, artinya memiliki tekad yang kuat untuk menjadi polisi yang baik sebagai pelindung, pengayom,dan pelayan masyarakat.
5. Kepercayaan diri, artinya dalam melaksanakan tugas tidak bersikap ragu-ragu, tegas tetapi tetap terukur dan tetap sopan santun.
6. Fleksibel, berarti tidak bersifat kaku dalam bertindak.



Seorang Programmer

Dalam setiap profesi kita butuh memiliki sikap profesionalisme, apaun itu bidangnya yang sedang anda lakukan. Kita juga perlu mengetahui kode etik professional yang harus dimiliki oleh seorang IT. Dan berikut adalah ciri-ciri profesionalisme yang dibutuhkan seorang IT:

·         Memiliki pengetahuan yang tinggi di bidang TI
·         Memiliki ketrampilan yang tinggi di bidang TI
·         Memiliki pengetahuan yang luas tentang manusia dan masyarakat, budaya, seni, sejarah dan komunikasi
·         Tanggap tehadap masalah client, paham terhadap isu-isu etis serta tata nilai kilen-nya
·         Mampu melakukan pendekatan multidispliner
·         Mampu bekerja sama (Team Work)
·         Bekerja dibawah disiplin etika
·         Mampu mengambil keputusan didasarkan kepada kode etik, bila dihadapkan pada situasi dimana pengambilan keputusan berakibat luas terhadap masyarakat

Kode Etika Profesional

Pengertian kode etik profesi

Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi. Kode etik merupakan sekumpulan prinsip yang harus diikuti sebagai petunjuk bagi karyawan perusahaan atau anggota profesi. Beragamnya penerapan teknologi informasi dan meningkatnya penggunaan teknologi telah menimbulkan berbagai variasi isu etika.

Setujunya, setiap bidang profesi memiliki aturan-aturan/hukum-hukum yang mengatur bagaimana seorang profesional berfikir dan bertindak. Seseorang yang melanggar Kode Etik dikenakan sanksi. Sanksi yang dikenakan adalah mulai dari yang paling ringan, yaitu sekedar mendapat sebutan “tidak profesional” sampai pada pencabutan ijin praktek, bahkan hukuman pidana pun bisa terjadi.

Sebagai salah satu bidang profesi, Information Technology (IT) bukan pengecualian, diperlukan aturan-aturan tersebut yang mengatur bagaimana para IT profesional ini melakukan kegiatannya. Sejauh yang pernah saya baca, belum ada Kode Etik khusus yang ditujukan kepada IT Profesional di Indonesia. Memang sudah ada beberapa kegiatan yang mengarah ke terbentuknya Kode Etik ini. Dalam postingan kali ini, saya ingin mengenalkan Kode Etik yang dibuat oleh IEEE Computer Society dan ACM yang ditujukan khusus kepada Software Engineer sebagai salah satu bidang yang perannya makin meningkat di IT.

Ada lima aktor yang perlu diperhatikan:

1. Publik
2. Client
3. Perusahaan
4. Rekan Kerja
5. Diri Sendiri

Karyawan IT di client mestinya juga mengadopsi Kode Etik tersebut, sehingga bisa terjalin hubungan profesional antara konsultan dengan client. Bertindak fair terhadap kolega juga berlaku bagi karyawan IT di organisasi client dalam memperlakukan vendornya. Apabila dua perusahaan telah sepakat untuk bekerja sama membangun suatu software, maka para profesional IT di kedua perusahaan tersebut harus dapat bekerja sama dengan fair sebagai sesama profesional IT . Beberapa perlakuan yang tidak fair terhadap kolega, antara lain:

·         Dalam ruang lingkup TI, sebagai seorang profesional kita mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan etika profesi teknologi informasi yang memuat kajian ilmiah mengenai prinsip atau norma-norma dalam kaitannya dengan hubungan antara professional atau developer TI dengan klien, antara para professional sendiri, dan antara organisasi profesi serta organisasi profesi dengan pemerintah. Salah satu bentuk hubungan seorang professional dengan klien (pengguna jasa) misalnya dalam pembuatan sebuah program aplikasi.
·         Dalam pembuatan program, seorang profesional tidak dapat membuat program sesuai kehendaknya, tapi ada beberapa hal/etika/aturan yang harus diperhatikan dari mulai awal pembuatan program sampai program tersebut selesai. Dia harus bisa mempertimbangkan dan memperhatikan untuk apa program tersebut dibuat sesuai kebutuhan kliennya.
·         Seorang profesional harus mampu berfikir bagaimana menerapkan dan membuat keamanan (security) pada sistem kerja program aplikasi yang dibuatnya agar terproteksi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang dapat mengacaukan sistem seperti : hacker, cracker, dan sebagainya.

Pada postingan kali ini akan membahas mengenai Ciri-ciri profesionalisme di bidang IT dan kode etik profesional yang seperti apa yang harus dipunyai oleh seorang IT.

Etika merupakan suatu cabang filosofi yang berkaitan dengan apa saja yang dipertimbangkan baik dan salah. Ada beberapa definisi mengenai etika antara lain :

·         Kode moral dari suatu profesi tertentu
·         Standar penyelenggaraan suatu profesi tertentu
·         Persetujuan diantara manusia untuk melakukan yang benar dan menghindari yang salah.
Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi :

1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan tidak boleh dilakukan.
2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dpat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan social).
3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.

Teknologi Informasi ( IT ) merupakan teknologi yaag selalu berkembang baik secara revolusioner ( seperti misalnya perkembangan dunia perangkat keras ) maupun yang lebih bersifat evolusioner ( seperti yang terjadi pada perkembangan perangkat lunak).

Hal itu mengakibatkan bahwa pekerjaan di bidang Teknologi Informasi menjadi suatu pekerjaan di mana pelakunya harus terus mengembangkan ilmu yang dimilikinya untuk mengikuti perkembangan Teknologi Informasi tersebut. Artinya, seseorang yang sudah sampai pada level “ahli” di satu bidang pada saat ini, bisa ketinggalan pada bidang yang sama di masa depan jika tidak mengikuti perkembangan yang ada.

1. Peningkatan Profesionalisme
Syarat profesionalisme yang harus dimiliki pekerja IT :
1)      Dasar ilmu yang kuat dalam bidangnya sebagai bagian dari masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan abad 21.
2)      Penguasaan kiat-kiat profesi yang dilakukan berdasarkan riset dan praktis, bukan hanya merupakan teori atau konsep.
3)      Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan.

Penyebab rendahnya profesionalisme pekerja IT :
1)      Masih banyak pekerja IT yang tidak menekuni profesinya secara total.
2)      Belum adanya konsep yang jelas dan terdefinisi tentang norma dan etika profesi pekerja dibidang IT.
3)      Masih belum ada organisasi profesional yang menangani para profesional dibidang IT.

2. Mempesiapkan SDM

Contoh program pendidikan Indonesia yang berkaitan dengan Teknologi Informasi :

1) Program Sekolah 2000
2) Program SMK Teknologi Informasi
3) Program Diploma Teknologi Informasi
4) Program Pendidikan Sarjana Teknologi Informasi

3. Menjadi Profesional dengan sertifikasi

Alasan pentingnya sertifikasi profesionalisme dibidang IT :

1)      Bahwa untuk menuju pada level yang diharapkan, pekerjaan di bidang TI membutuhkan expertise.
2)      Bahwa profesi dibidang TI, dapat dikatakan merupakan profesi menjual jasa dan bisnis jasa bersifat kepercayaan.

4. Manfaat adanya sertifikasi profesionalisme :

1)    Ikut berperan dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih professional
2)   Pengakuan resmi pemerintah tentang tingkat keahlian individu terhadap sebuah profesi
3)   Pengakuan dari organisasi profesi sejenis, baik tingkat regional maupun internasional
4)   Membuka akses lapangan pekerjaan secara nasional, regional maupun internasional
5)   Memperoleh peningkatan karier dan pendapatan sesuai perimbangan dengan pedoman skala yang diberlakukan

Prosedur Apabila Polisi Tidak Menindak Lanjuti Laporan

Pengertian praperadilan berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir 10 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) adalah sebagai berikut:


“Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur undang-undang ini, tentang :


  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Sehingga apabila Saudara mengajukan permohonan praperadilan dengan dasar “kasus tidak diproses selama 1 (satu) tahun”, maka dapat kami sampaikan bahwa alasan tersebut tidak termasuk dalam ruang lingkup praperadilan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 butir 10 KUHAP. Lebih lanjut tentang praperadilan diuraikan dalam KUHAP Bab X Bagian Kesatu tentang Praperadilan, Pasal 77 - Pasal 83 KUHAP. 

Namun bilamana diperkenankan, kami akan memberikan saran hukum kepada Saudara untuk menghadapi permasalahan hukum terkait tidak diprosesnya laporan ke pihak kepolisian, sebagai berikut :


Pertama, pastikan Saudara sebagai Pelapor mengetahui nomor Laporan Polisi yang Saudara buat pada saat itu.

Dahulu berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentangPengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkap No. 12 Tahun 2009”) mengatur bahwa setiap pelapor/pengadu wajib menerima “Surat Tanda Terima Laporan (STTL)”, namun saat ini Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (“Perkap No. 14 Tahun 2012”) tidak lagi mengatur demikian.

Sehingga Saudara harus memastikan terlebih dahulu bahwa laporan yang Saudara sampaikan kepada Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) telah teregistrasi dengan adanya nomor laporan polisi.

Selain itu perlu kami informasikan terkait dengan mekanisme penyampaian laporan pada pihak kepolisian dan proses penyidikan terhadap laporan tersebut berdasarkan Pasal 14 Perkap No. 14 Tahun 2012, sebagai berikut:
  1. Bahwa penyidikan terhadap suatu tindak pidana dilaksanakan berdasarkan Laporan Polisi dan surat perintah penyidikan (ayat 1),
  2. Setelah Laporan Polisi dibuat, maka terhadap Pelapor akan dilakukan pemeriksaan yang dituangkan dalam “Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi Pelapor” (ayat 3).
Selain daripada itu, sebagai Pelapor kami sarankan untuk mengetahui benar nama Penyidik pada instansi kepolisian terkait yang ditugaskan untuk menyidik perkara Saudara. Sebab tidak semua anggota polisi pada instansi kepolisian terkait menangani perkara Saudara.

Kedua, Bahwa apabila Saudara tidak juga memperoleh informasi terkait proses penyidikan terhadap laporan polisi yang telah dibuat, maka Saudara sebagai Pelapor dapat mengajukan permohonan agar dapat diberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).

Mengenai hal perolehan SP2HP, berikut akan kami sampaikan dasar hukum terkait, antara lain:
  • Pasal 12 huruf c Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyebutkan bahwa SP2HP merupakan informasi publik yang merupakan hak dari pihak pelapor.
  • Pasal 11 ayat (1) huruf a Peraturan Kapolri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan (“Perkap No. 21 Tahun 2011”),yang menyebutkan bahwa informasi penyidikan diberikan dalam bentuk SP2HP kepada pelapor/pengadu atau keluarga.
Bahwa mengenai penyampaian SP2HP kepada pelapor/pengadu atau keluarga tidak diatur waktu perolehannya. Dahulu dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1) Perkap No. 12 Tahun 2009 (yang saat ini sudah dicabut dan diganti dengan berlakunya Perkap No. 14 Tahun 2012) disebutkan setiap bulan paling sedikit 1 (satu) penyidik secara berkala wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta maupun tidak diminta, namun dalam Perkap No. 14 Tahun 2012 tidak lagi diatur mengenai waktu perolehannya.

Oleh karena itu untuk mengetahui perkembangan proses penyidikan yang sedang berlangsung, pihak pelapor dapat mengajukan permohonan untuk dapat diberikan SP2HPkepada pihak kepolisian terkait, sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf a Perkap No. 21 Tahun 2011 juncto Pasal 12 huruf c Perkap No. 16 tahun 2010.
  • Pasal 11 ayat (2) Perkap No. 21 Tahun 2011 menyebutkan bahwa dalam SP2HP sekurang-kurangnya memuat pokok perkara, tindakan yang telah dilaksanakan penyidik dan hasilnya, dan permasalahan/kendala yang dihadapi dalam penyidikan.
Apabila kemudian terhadap laporan polisi yang telah Saudara buat diketahuitelah dilakukan penghentian penyidikan yang telah diinformasikan Penyidik terkait kepada Saudara melalui SP2HP, bilamana terdapat alasan keberatan terhadap penghentian penyidikan tersebut maka Saudara dapat mengajukan permohonan praperadilan kepada ketua pengadilan negeri setempat sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 80 KUHAP yang selengkapnya berbunyi demikian:

“Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.”

Sebelum terdapat penghentian penyidikan yang diinformasikan oleh Penyidik dalam bentuk SP2HP kepada Saudara sebagai Pelapor, maka selama itu Saudara tidak dapat mengajukan permohonan praperadilan dengan menggunakan alasan “laporan ke pihak kepolisian tidak diproses secara hukum selama satu tahun, dan tanpa memberikan keterangan apapun terhadap korban”, dengan kata lain permohonan praperadilan dapat Saudara ajukan ketika dihentikannya proses penyidikan sebagaimana telah kami jelaskan.

Demikian kiranya dapat membantu permasalahan hukum yang Saudara sedang hadapi.


Dasar Hukum:
  1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
  2. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  3. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  4. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan;
  5. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

Ternyata Razman Tak Berkontribusi di Praperadilan BG

Jakarta, CNN Indonesia -- Razman Arif Nasution sering disebut-sebut sebagai bintang yang tengah bersinar di dunia pengacara pasca Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan lepas dari jerat tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun ternyata, Razman tidak memiliki kontribusi apapun dalam praperadilan BG di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Februari lalu.
"Untuk perkara praperadilan dia ga ikut, saya sendiri ga pernah tahu dia sebagai kuasa hukum Budi Gunawan di bagian apa," kata pengacara Budi Gunawan, Maqdir Ismail kepada CNN Indonesia, Kamis (19/8).
Menurutnya, Maqdir tidak pernah duduk satu meja dengan Razman untuk membahas perkara, khususnya praperadilan. Bahkan, kiprah Razman untuk meneruskan kasus BG di Kejaksaan Agung tidak diketahui Maqdir dan tim kuasa hukum BG yang lain.

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150319082938-20-40210/ternyata-razman-tak-berkontribusi-di-praperadilan-bg/

Sebelum Dibui, Razman Arif Sesumbar Tak Bisa Ditangkap

TEMPO.CO, Jakarta- Aksi Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri Panyabungan menangkap dan mengeksekusi pengacara mantan calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Razman Nasution, sudah disinyalkan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo pekan lalu. Razman ditangkap aparat Kejaksaan, pada Rabu siang, 18 Maret 2015.
Menanggapi pernyataan Prasetyo, Razman pun langsung membela diri. Razman melanjutkan, Prasetyo tak boleh sembarangan bilang akan mengeksekusinya. "Kalian harus tahu, saya advokat yang termasuk penegak hukum juga. Yang harus kalian pikirkan juga, saya tak bisa dieksekusi," ujar Razman, Jumat, 13 Maret 2015.

Sebelum-Dibui-Razman-Arif-Sesumbar-Tak-Bisa-Ditangkap

Ketentuan Pesangon

  Ketentuan pemberian pesangon jika terjadi PHK Dalam Pasal 154A Undang-Undang Cipta Kerja menyatakan alasan-alasan terjadinya Pemutusan Hub...