Sabtu, 04 Oktober 2014

KEMANDIRIAN ADVOKAT adalah HARGA MATI !!!

DPR RI yang tengah menggodok RUU Advokat sebagai langkah untuk menggantikan UU Advokat No. 18/2003 menimbulkan Pro dan Kontra, RUU ini di TOLAK keras kalangan Advokat (PERADI, APSI, IKADIN, AAI, HKHPM, SPI, HAPI dll) Akademisi dan LSM. RUU Advokat justru hanya menimbulkan ketidakpastian hukum dan Perpecahan diantara kalangan Advokat. Suatu hal yang cukup aneh dimana RUU Advokat tiba-tiba muncul dalam Program Legislasi Nasional (Pro-legnas) pada tahun 2012, padahal RUU yang diusulkan Badan Legislasi (Baleg) ini telah ditolak oleh mayoritas Anggota dewan karena tidak pernah dibahas di Komisi III serta tidak ada usulan revisi kepada Baleg DPR RI.
RUU Advokat ini dapat kami analogikan sebagai “RUU Siluman” yang secara begitu saja dan simsallabim “muncul”, entah demi memenuhi kepentingan siapa dibalik semua ini dan/atau atas pesanan siapa dan bukan itu saja RUU Advokat a quo juga tidak dilengkapi dengan Naskah Akademik sebagaimana diisyaratkan oleh UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Padahal seperti yang kita ketahui bersama masih banyak RUU-RUU yang berkaitan erat dengan penegakan hukum yang harus diprioritaskan seperti RUU KUHAP, RUU KUHP dan RUU lain.
Apabila kita membaca dan selanjutnya dikomparasikan antara RUU Advokat dan UU Advokat No. 18 Tahun 2003 ttg Advokat maka akan didapati fakta bahwa keberadaan UU No. 18/2003 jauh lebih menjamin kepastian hukum terkait dengan pengaturan Hak dan Kewajiban, Kewenangan, Pengawasan, Honorarium, Bantuan Hukum cuma-Cuma, struktur keorganisasian, kepemimpinan dan juga pengawasan terhadap berjalannya profesi advokat tersebut baik hubungan dengan klien, sesama rekan sejawat, ataupun hubungan dengan penegak hukum lainnya. Hal tersebut sangat berbanding terbalik jika kita membaca dan menelaah RUU Advokat yang saat ini sedang di bahas oleh DPR-RI, dimana dalam RUU tersebut telah dihilangkan hal yang sangat penting seperti kedudukan organisasi induk semacam “Indonesian Bar Association” yang mewakili kekuasaan tunggal Organisasi Advokat. Keadaan seperti ini telah membawa kita kembali seperti pada era Orde Baru (setback) dimana lahir berbagai Organisasi advokat dengan standart dan kualitas yang berbeda, administrasi sendiri-sendiri, sehingga kode etik sulit untuk ditegakkan. Akan muncul kekhawatiran dimana seorang Advokat nakal dan melanggar kode etik pada suatu Organisasi kemudian dipecat maka dia akan dengan mudahnya pindah dan masuk pada organisasi lainnya guna membersihkan nama dan status kedudukannya sebagai Advokat, akhirnya Para Pencari Keadilanlah yang menjadi Korban akibat dari “Advokat Kutu Loncat” tersebut.


http://kahaba.net/opini/17789/kemandirian-advokat-adalah-harga-mati.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketentuan Pesangon

  Ketentuan pemberian pesangon jika terjadi PHK Dalam Pasal 154A Undang-Undang Cipta Kerja menyatakan alasan-alasan terjadinya Pemutusan Hub...