BALI — Gelombang penolakan terhadap rencana DPR mengamandemen Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat meluas. Setelah UGM, sejumlah universitas di Sumatra Utara (Sumut) dan akademisi universitas se-Sulawesi Selatan menolak revisi UU Advokat, kini giliran akademisi Bali melakukan hal yang sama.
Para akademisi yang menolak revisi UU Advokat, antara lain, berasal dari Universitas Udayana, Universitas Warmadewa, Universitas Mahendradata, Universitas Pendidikan Nasional, Universitas Panji Sakti, Universitas Ngurah Rai, Universitas Mahasaraswati, dan Universitas Tabanan Bali. Pakar Hukum Universitas Warmadewa Simon Nahak mengatakan, revisi UU Advokat berpotensi meliberialisasi hukum di Indonesia dan memecah belah advokat. Hal itu bisa terjadi lantaran dalam naskah RUU Advokat kini dipegang DPR, para advokat bisa dengan mudahnya mendirikan organisasi pengacara.
"Wadah tunggal advokat, seperti yang ada dalam UU Advokat saat ini, tidak perlu diubah. Sistem single bar ini sudah selaras dan senapas dengan organisasi advokat internasional (International Bar Association/IBA --Red)," kata Simon dalam Seminar Nasional Kajian Akademis RUU Advokat di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, akhir pekan lalu.
Ketua Harian Kongres Advokat Indonesia Erman Umar mengatakan, semangat untuk membentuk organisasi tunggal advokat Indonesia sudah lama dirintis para advokat senior sebelum disahkannya UU 18/2003. "Karena itu, ini harus dipertahankan," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar